Selasa, 23 April 2013

TOGEL TOTOK ZAHUDI



TOGEL TOTOK ZAHUDI

Ada sms yang nyuruh saya untuk menebak angka, ‘rahasia angka’. Padahal angka-angka adalah sumber rahasia yang sudah dipahami oleh ‘zionis’, ‘cina’, ‘jawa’ dengan pemahaman mereka sendiri dan ‘gaget’ dengan angka-angka di al-Qur’an. Sampai-sampai Tuhan menyebarkan ‘isu’ bahwa Dia menyukai angka yang ganjil-ganjil. Namun, aneh melahirkan ‘kekasihNya’ di tanggal yang ‘genap’ yaitu 12 Rabiul Awal/maulud/mulud.  
Semua yang sebenarnya ‘kagum’ dengan ‘angka’ di al-Qur’an bersepakat ingin mengadakan ‘rekaya global’. ‘Pokokmen’ kata teman saya artinya “yang penting” bagaimana caranya biar ‘islam’ enggak percaya ‘angka’. Coba kita analisis simbol-simbol ‘zionis’ yang mereka sering memakai ‘peristiwa’ bertepatan ‘angka ganjil’, seperti 11, 666, 69 dll. Hahaha… ‘Ki Sunan’ malah buat perkumpulan ‘Wali Sanga’, menurut saya itu ‘perlawanan damai’ dari para wali.  Sampai-sampai ada simbol ‘Bintang Tujuh’ malah dikuatkan oleh ‘NU’ dengan ‘gambar bumi bintang tujuh’.
Karena Indonesia – mungkin saya, Anda tidak – suka menereka-nereka, dan para ‘ulama’ pandai bersandiwara – pura-pura tidak tahu – maka ada ‘modifikasi angka reziki’ yaitu “togel”. Hebatnya, negara – hukum – harus dijadikan ‘alat’ untuk menjadi ‘tim sukses’, biar semua manusia ‘terpusat’ pada ‘togel’ untuk mengalihkan Tuhan yang suka ‘angka ganjil’ – padahal Dia hanya menunjukan bahwa, apa ya…?
Wah, harus berdalil nih, hmm… apa ya dalilnya? Ckckckck….. repot jadi orang pelupa. ‘Pelupa’ karena jika ‘numpuk memori’ pasti manusia banyak yang ‘agak anu’, “maybe yes, maybe no” what… what…. “oh yes, oh no”… multikemungkinan…. Harus bertanya dengan “rumput yang bergoyang”, siapa mereka? Mungkin Bu Inul Daratista, atau Bu Uut Paramita Rusadi, oooh… mungkin Bu Dewi Persik, atau Bu Julia Beres, siapa ya? “togel” ini yang suka kebanyakan “pria”, enggak tahu jika “wanita” suka apa tidak.
MUI… MUI…. DEPAG…. DEPAG… PA…. PA…. MA… MA…. MK…. MK…. Menurut kami mereka – kapan saya ‘survey’ ya, kok pakai ‘kami’. Ini humoris atau ‘analisis jongkok’, hmm… nanya ke Mbah Soedjiwotedjo aja ah… yang suka IQ melati dan IQ berbintang. Tek teretek tek…. Goro-goro….
Masalahnya yang pintar ‘totok jarum’ itu orang cina, jika ‘jawa’ sukanya ‘sirep’, “tidur lagi, bangun tidur lagi… bangun dong lupus” hmm…. Tambah ‘eror’ nih analisisnya… enggak jadi ‘tesis’ malah jadi Pak Tesi – mereka pria tulen menurutku (Mbah Surep, Pak Eko Patrio, Pak Tesi). Udah ah… “tangkap Mbah Soedjiwotedjo”…. Salam buat “peran pengganti/pengalih” dalam tulisan ini. Maaf asal “jeplak”.



Kalibeber, 24 April

Ciat Ciat Ciat Ciat
Kejepit keyboard

Jumat, 19 April 2013

Kaidah Penanggulangan Bencana



Kaidah Penanggulangan Bencana

Oleh: Legiran



"Faedah harapan" dalam pemilihan suatu kemungkinan-kemungkinan dengan menetapkan nilai dominan pada korespondensi ketidakpastian untuk suatu keputusan adalah "kaidah baik". Media sosial jangan hanya melihat yang ada dan-kemudian menyimpulkan sendiri jika itu belum terjadi (praduga untuk menambah nilai jual) – jika itu boleh menurut yang ‘diakui’, ya silakan. Jika tahapnya masih independen, masih bisa lah ditolerir – enggak ada nilai jualnya dan keharusan minta koreksi itu wajar –, jika yang mafhum kaidah ushul fiqh “kaidah kasih sayang” saya kira setuju.

Itu riya “pamer” namanya. Nama saya Legiran, bukan riya. Semua produk makanan yang disponsorkan, yang didalam makanan itu ada rasa manis (legi – jawa) enggak pernah tuh dikatain riya – ada kopi, roti, sirup yang bentuk ‘instan’ –, dan itu jadi konsumtif kita semua – enggak mau bahas ‘pencitraan’, basa-basi yang udah basi. Silakan menilai dengan keluasanilmuwan Anda, tetapi – tolong dicatat – saya enggak butuh ‘nilai’ itu. Daya tulis saya disebabkan ‘kepala’ ini pusing, sebab baca tulisan dan ‘mereka’ menambahinya dengan menyuruh penulis untuk menulis tulisan yang sama – alasannya “buat karya tulis” yang empiris, ironis.

Kenapa alam marah, mungkin karena mereka berasumsi bahwa alam itu jahat. Jadi, harus diberitakan secara terperinci, pakai analisa ini-analisa itu dan begini-begitu – tidak ada wartawan yang mengklarifikasikan pada alam yang sedang diberitakan, ah ‘mistis’. Sehingga “kaidah baik” yang penulis tulis di ‘sof’  paling atas, menjadi “propaganda hitam” – ‘psikologi asumsi umum’, idiom apa lah. Pertama-tama diplesetkan ‘istilah’ yang mau dipakai untuk ‘sesuatu’ – biar manusia umum ‘umum’ dengarnya – dengan memakai produk ‘iklan’ – sekali dayung, naik speed boat biar banyak pulau enggak ‘capai deh’ – kemudian baru beraksi – diam-diam – bawa photographer dan cameraman. Bocor bocor… pucuk pucuk… top…. Pria punya selera…. Asyiknya rame rame…. – korban iklan.

Lah wong Anda marah jika di’publish’ kejelekannya – beda konteksnya jika sengaja pakai teori-teorian (teori itu untuk “kesejahteraan” umum) –, meskipun ‘roso’, ‘rasa’ dan ‘subur’ tetap saja marah. Biasa bilang legowo, kenapa coba, kok enggak mau memberikan apresiasi pada ‘penggagas’ pertama? – ‘kok’ pekok. Jika ada hujan, mbok apresiasinya pada laut, matahari, mega, angin dan semua komponen yang ‘menjadikan’ adanya hujan. Legowo kok semua di’gowo’ – semua keberhasilan diambil Mr. rain sebab, semua manusia tahunya ya ‘hujan’ –, padahal itu benar-benar “filosofi padi” yang malu dengan keberhasilannya – ia mafhum bahwa ada ‘ada’ yang lain yang menyebabkan ‘ada’nya.

Alam menyapa dengan kejujuran; manusia menyapa dengan ilmu – sebagai khalifahfil ‘ard; korelasi keduanya ada 'nilai', yang cara penilaiannya? #apa. Manusia suka ber'status' – sebelum ada facebook pun sudah ada – untuk pengklasifikasian. Sayangnya,...#apa. Jika sistem 'jamaah' belum bisa mempersatukan, pakai sistem 'salam' – interaksi – masih saja #apa. #aaamiiin....nadanya, panjang ke atas – membias – lalu kebawah, diambil garis bawah, jadi segi tiga – ‘doa’ habluminallah-habluminannas #apa. Siapa yang mengajarkan nada baca 'amin' (tajwid), kok imajiku #apa. Tanpa kode, refleksitas. Beda saat terawih bareng teman-teman di pesantren, baca 'amin' bervariatif. Buyar, menjadi kilat '23 rakaat', Sang Kiai hanya senyum #apa.



Kalibeber, 20 April 2013


Kamis, 18 April 2013

SURAT YANG TERBUANG

wahai sang kekasih yang terkasih, ijinkan aku menginap di hatimu walau sesaat...
jiwa ini lelah berjalan sendiri di tanah tandus yang hampir hangus dilahap panasnya sang surya.
air mata telah kering untuk bisa menunjukan rindu beratku
ludah pun tak bisa membasahi lidah untuk bisa menyuarakan suara hati
karena engkau tahu petapa munafiknya diri ini
apakah si bodoh tak tahu diri harus teracuhkan oleh kemuliaanmu di sisiNya
bukan untuk menghabiskan hidanganmu layaknya si rakus
hanya ingin menyegarkan dahaga hati dengan sumber air sucimu
bukan untuk mengemis tangis air mata harummu yang tak bisa ku hirup
hanya ingin menitipkan salam sayang pada cahaya dunia yang menghiasi hidupmu
hadirku di hatimu layaknya santri berbaju lusuh kumel dekil berbau ompol kekanak-kekanakanku
ingus yang tak bersih terusap oleh tangan yang berbelepotan sisa istinjak kemaren yang mana tak layak untuk menyalami dan mecium tangan bau kasturi itu
maaf kalo marah, petuah, dan panggilanmu tak terdengar oleh kedua telinga penuh kopok dunia ini
mungkin usapan lembut tangan penuh berkah doa itu yang ku nanti
mungkin pentungan tongkat bertuahmu yang menyangga tubuh rentamu yang bisa membangkitkan ku nanti
untuk menguatkan langkah iman islam ihsanku nanti hingga kembali
assalamu'alaika ayyuhan nabiyu waroh matullohi wabarokatuhu
assalamu'alaina wa'ala 'ibadillahish-sholihin... 

kalibeber, 17 Ramadhan 1433

Negosiasi Dengan Mr. Iblis



Negosiasi Dengan Mr. Iblis
Oleh: L.G. Ran

            Kitab-kitab para agamawan sering dan/atau tidak terlepas dari berhubungan dengan tokoh yang namanya Mr. Iblis dan komunitasnya, mafhum semua akan hal itu. Dan yang paling asyik, yang mengaku tidak beragama pun juga mengenalnya, bukan. Sedangkan asumsi umum, menerangkan bahwa ia (Mr. Iblis dkk) adalah pihak yang mengaku dapat diskriminasi dari Tuhan. Alasannya menurutku sepele, “hanya enggak mau bersujud dengan Simbah kita, Nabi Adam”. Padahal, nabi belum pernah ditanya langsung oleh Mr. Iblis – wawancara atau berdialog langsung dengan kejujuran –, apakah ia (simbah) senang tidak dapat penghormatan seperti itu dari Tuhan. Karena spontanitas mengambil kesimpulan, enggak tahunya ia malah dapat murkaNya. Diarsipkan pula kejadian tersebut. Berarti harus ada mediator atau negosiator untuk menengahinya.
            Dengan pertimbahan kehormatan Tuhan jangan sampai terusik – padahal jika diusik juga enggak mempengarui eksistensiNya, beda dengan kehormatan manusia – sebab, keautentikan kitab-kitab yang diberikan pada para agamawan dijaminNya, maklum berkuasa. Maka dari itu, tanpa mengurangi rasa hormat, penulis akan berhati-hati dalam bernegosiasi. Dengan kesadaran hamba yang ‘diberi kehormatan’ tanpa dimintai pertimbangan terlebih dahulu oleh Sang Pemberi, Simbah Adam merasa sedih melihat kemarahan Mr. Iblis yang tiba-tiba – baru disadari sekarang dengan melihat anak cucu yang agak neko-neko.
            Ada kisah delegasi negosiator pertama, dimana saat itu Mr. Iblis mau bertobat tetapi, tetap tidak mau jika disyaratkan menyembah – memberi penghormatan – kepada simbah. Jadi, negosiasi pertama gagal total, masalahnya cucu simbah masih mengharapkan warisan penghormatan seperti sebelumnya. Ironis sekali, dulu Mr. Iblis yang minta dihormati sekarang malah cucu simbah yang meminta - belum ada ‘surat legitimasi’ baru yang memerintahkan untuk menyembahnya, sudah minta jatah yang sama.
            Untuk menjadi ‘manusia baru’ pada zaman sekarang yang menyadari bahwa ‘kehormatan hakiki’ hanya milik Tuhan, sesama makluk mendingan berdamai saja. Damai yang bagaimana, pertanyaannya. Biar sama-sama fear, kami semua makhluk manusia “anak cucu simbah” sepakat untuk menghormati Mr. Iblis dan komunitanya “yang lebih tua” dengan catatan, kita semua sebagai makhluk tetap menyembah Tuhan yang sama, yaitu Tuhan Semesta Alam. Dan selanjutnya, Mr. Iblis enggak perlu harus menyembah makam simbah, seperti syarat yang diajukan tempo dulu – termasuk menyembah kami, tidak perlu itu. Damai, silakan beribadah seperti kepercayaan masing-masing.
            Hubungan ‘inter-alam-goib’ harus dijaga dengan baik sampai Tuhan benar-benar kangen dan mengumpulkan kita kelak. Tidak perlu melakukan intervensi pada anak cucu simbah, sebab kami sedang masa gonjang-ganjing dengan rebutan ‘gelar penghormatan’, cukup memberitakan saja akan perkembangan di alam nyata ini. Silakan Mr. Iblis dan komunitasnya juga melakukan perbaikan yang sama, kami dengar-dengar, komunitas Mr. juga sedang dilanda prahara boring & bored sebab kelamaan hidup – adanya melihat siklus kejahatan manusia yang ‘dejavu-dejavu’ dari generasi ke generasi. Jika memerlukan bantuan akan ‘motivator’, silakan hubungi ‘Kementerian Luar Alam Goib’ (KEMENLAGO), di dunia kami banyak, siap membantu. 
Kalibeber, 19 April 2013

Kaya Buat Orang Lain



Kaya Buat Orang Lain
Oleh: Legiran

Dalam dunia bersosial ini – terserah pemetaannya mau pakai petanya siapa dan model apa – akan mengenal yang namanya dominasi-dominasi untuk menjadi ink dalam lembaran ‘kertas sejarah’. Pendeskripsian tokoh adalah ‘mutlak’ – menjadi keharusan – yang mesti ada, bahkan dalam pewayangan, fabel, dan kitab suci pun begitu. Jika dalam simbolis yang ada di goa-goa dan bebatuan – zaman purbakala – mereka menjadi ‘batu’ dan ‘warna-warna’ untuk menggores ‘muka’ di atas permukaan tentang tokoh pula. Fenomena ini adalah merupakan “sistematik nalar” pada penciptaan manusia atas rencana Tuhan untuk ‘disertasi’ pencapain gelar ‘Doktor manusia semesta’ – melihat manusia majemuk dikhususkan ke tokoh (dalam sejarah), saya mengkodifikasipreferensikan bahwa kesimpulannya adalah penokohan itu semacam dialektika pembentukan “manusia ideal”.
  Laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim, (sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.) – dalam al-qur’an disimbolkan atau dilabeli sebuah ‘buah tin’, melihat ‘ketassawufan umum’ bahwa analogi tauhid pada sebuah ‘pohon’ buah adalah aplikasi dari “akar, batang, dan daun” (iman, syariat, dan ihsan).  Bagaimana dengan cabang-cabang – ranting-ranting yang dijadikan bertengger buah – yang berkotak-kotak, berkota-kota, berpartai-partai, berbani-bani, berbangsa-bangsa, dan sebagainya? Siklus analisa keputusan untuk menguatkan bahwa gelar ‘Doktor manusia semesta’ yang ideal – dalam “Analisa Keputusan”, Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, MSc dan Ir. C. Listiarini Trisnadi, hlm 30. Memakai:
Gambar 1

Dalam gambar di atas hanya digunakan dalam “manajemen usaha dan proyek” saja, namun saya ingin meminjamnya untuk analisa dalam “manajemen membentuk manusia semesta”. Saya juga sedikit menelisik gaya “Antropologi Kiai”, ditulis KH. Abdurraman Wahid dalam buku “Kiai Nyentrik Membela Pemerintah” yang ciri khasnya “tokoh lokal” itu mempunyai cara tersendiri untuk menyambungkan tali-tali yang terputus oleh ‘paradigma awam’ – refleksitas justifikasi bahwa yang ‘tidak sepaham’ dianggap salah dan bersebrangan –  yang cenderung sinis dengan rencana Tuhan lewat  “sistematik nalar” manusia.
Kemudian melihat mitos akan fenomena alam – jawa yang me-wanti-wanti (memperhatikan) hubungan di ‘antara’ perpindahan waktu (malam-pagi, sore-malam), asumsi waktu surup setan-setan sedang berkeliaran “menekankan pada ‘penghubung’ cahaya dan gelap”  – yang relevan dengan islam memberi ‘area bebas’ untuk jeda ‘praying free’ (jawa – prei sembayang) – haram untuk melakukan shalat pada waktu itu (keluar dari ‘pengecualian’), namun ditekankan untuk berzikir “mengingat Allah dengan berkumpul bersama manusia lain”.
Analogi yang biasa saya alami saat mengamati, kekuatan pancaran "cahaya" dan kepekatan "kegelapan",  contoh: lilin-gelap-matahari; senja-malam-pagi. Yang penulis anggap istimewa adalah di "jeda/setrip/penghubung" dan "antara/tengah" dalam kedua analogi tersebut. Bukan bahas atau mempertanyakan "wali Allah" dan "wali Iblis" yang mempunyai keistimewaan yang sudah-sudah. Kita berdialektika dengan kebodohan kita yang bergeneralisasi dan bukan tentang "komunisme" atau "Marxisme", kita bahas "emboh" 'jawa' – “au ah gelap”, jawaban populer saat ini di kaum muda. Kesemuanya itu, dari pengalaman akan ketakutan kita 'santri' dan 'jawa' yang wajib menghormati pada yang dianggap-teranggap "lebih" dalam interaksi sosial bertingkat atau berkelas.
Tema “Kaya Buat Orang Lain” dimaksudkan untuk memunculkan ‘kesadaran’ bahwa ‘kekayaan’ kita bukan untuk diri sendiri namun, sebagian untuk kebersamaan. Saya ber-khusnudzon kepada Tuhan, jika Dia memerintahkan kita – muslim – berzakat, sepertinya agak ‘merendahkan diri’, kok begitu? Jelasnya, Maha Kaya, Maha Memelihara, Maha Memberi, Maha Menanggung Makhluk, dan maha-maha Kesempurnaan lainnya. Berarti, jika kita berasumsi bahwa manusia itu maha egois, maha kikir, maha pelit, dan maha-maha individualisme yang bertentangan dengan teori zoon politicon sudah diantisipasi olehNya, Sang Maha Individualis Sejati, qiyamuhu binafsihi dan wahdaaniyah.
Kekayaan dalam perspektif  harta, cahaya “kharisma”, dan ilmu yang mengkristal menjadi ‘tokoh’ sebenarnya harus dilakukan ‘penyulingan’, supaya semua manusia dapat bermanfaat. Sehingga gelar ‘Doktor Manusia semesta’ dapat diperoleh untuk mewujudkan visi misi Tuhan dalam menciptakan manusia – sebaik-baiknya bentuk penciptaanNya.
Gambar 2
Coba berimajinasi dan menganalisis gambar di atas dengan memakai pendekatan: sumber adalah Tuhan, pengedapan 'batu kali' adalah manusia, penyuling adalah sistematik nalar (air limbah adalah sifat jahat, ijuk 1 adalah intropeksi sosial, pasir halus 1 adalah kerendahan hati,  ijuk 2 adalah intropeksi individu, pasir halus 2 adalah khusnudzon “prasangka baik”, arang tempurung kelapa adalah pelepasan baju ketokohan, kerikil adalah spontanitas atau refleksitas sosial, batu adalah membangun bangunan sosial, dan bak penampung adalah pengarsipan dari kesemuannya. Analogi tersebut sudah dicontohkan oleh ‘Doktor Manusia Semesta’ sejati, beliau Nabi Muhammad – kekasih Allah, kekasih alam, dan kekasih manusia.  

Wonosobo, 18 April 2013