BELIAU SANGAT MENGENAL TUHAN dan MALAIKAT
Mr L
Bismillahirrahmânirrahîm al-hamdulillahi
rabbil’âlamîn (1:1-2). Semua
Malaikat bershalawat kepada nabi, kita pun dianjurkan mencontohnya (33:56) dan Semua
Malaikat beserta alam semesta bertasbih padaNya. – qalû subhânakalâ ‘ilmalanâ
il-lâ mâ ‘al-lamtanâ... (2:32). Sampai-sampai para Jin takut dan berkata
jujur jika beliau bertanya. Allahumma shali’alâ sayyidinâ muhammad.
Dianugrahi ilmu alam semesta, namun sederhana dalam membimbing. Dianugrahi
kekayaan dunia akherat, namun memilih berkumpul dengan para fakir miskin tanpa
menghinakan para oang-orang kaya.
Nur Fawais Saudah, sebut saja dia begitu – salah satu sahabat penulis
– atau panggilah dengan panggilan akrab
yang Anda suka. Saya tidak mafhum artinya apa nama itu, tetapi saya suka dengan
nama tersebut. Ia di tempat pendidikan al Quran, sering berpikir sejenak jika
mengingat ungkapan Sayyidah Aisyah yang dicintai oleh Beliau shalullahu
‘alaihi wassalam. yang masyhur, “akhlak beliau adalah al Quran.” Sekarang
tahun 2015, abad 20 M. atau tahun 1436, abad 14 H. Kemaren baru saja
diperingati, 12 Rabi’ul Awwal 1436 H atau 03 Januari 2015 M. Beliau shalullahu
‘alaihi wassalam. bermesra dengan ungkapan, “mereka kekasihku, yang jauh
dari zaman hidupku di dunia namun mengenal dan mencintaiku.” Ia ingin menghadap
kepada Beliau dengan bertanya, “masihkah berlaku kalimat menggembirakan itu
padaku yang berdekat dengan ‘akhlakmu’ namun bodoh dalam perilaku?”. Allahumma
shali’alâ sayyidinâ muhammad.
Malaikat mencatat tanpa mengurangi berita, membagi rezeki melebihi
menteri perekonomian, menggusur tanpa pandang bulu, menghukum tanpa belas
kasih, memberitakan apa yang sebenarnya kabar, menjaga kemewahan dan keindahan tanpa
korupsi, bertanya tanpa menerima kebohongan, bekerja tanpa mengharap imbalan.
Semua penuh dengan ketaatan pada Sang Pencipta. Kembali kita menginjak bumi
nusantara, kata beliau KH. Said Aqil Siroj, ketua PBNU setelah al maghfurlah
KH Abdurraman Wahid ketika memperingati Maulud Nabi di Kota Batang,
hadir juga Habib Luthfi bin Hasyim Pekalongan, “bumi nusantara lebih mencukupi
kemakmuran 270 juta penduduk Indonesia, namun kurang untuk mencukupi satu dua
orang serakah.” Begitu juga kata budayawan Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun
Nadjib atau Cak nun) ketika menjelaskan “Syafaat Rasul” dalam sebuah Esai di
buku “Kyai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki” (hlm 149-153), “bumi sepenggal sorga,
tapi kita keceh di hujan (seperti anak-anak), boros, foya-foya dan
memonopoli untuk menyengsarakan ratusan juta rakyat. Kita merusak kemanusiaan
dalam hewani, rakus, iblisi, lahwun (senda gurau), la’ibun (main-main),
dan dhulm (kegelapan).” Kemudian, “umpama memegang 200 triliyun untuk
sampai ke rakyat, ada yang bilang, JANGAN....”
Asssalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarrakatuh, penulis juga pernah membaca biografi al maghfurlah KH
Muntaha al Hafidz, karya Samsur Munir Amin, menceritakan bahwa Beliau pernah sekali
bertemu dengan Rasullullah shalullahu ‘alaihi wassalam. ketika ziarah di
makamnya. Hanya sekali, di abad sekarang yang jelas tidak masuk akal, namun hal
itu tidaklah mustahil karena, sebelumnya para sahabat nabi juga ada yang pernah
mengalaminya meskipun hanya dalam mimpi. Bagaimana para kiai, ulama, alim zaman
sekarang, 2015, yang selalu masih bergembira menggemakan marhaban marhaban
ya nurrul ‘aini... marhaban marhaban jaddal husaini...”monggo kajeng nabi,
sugeng rawuh teng manah kito, teng akal kito, teng jasad kito. Ngapunten manah,
akal, lan jasad kito mboten sahe. Nggeh kadhos niki.”
Beliau shalullahu ‘alaihi wassalam. takdzim dengan Sang
Pencipta, ramah dengan Malaikat, sayang dengan seiman, kasih dengan sesama
manusia, tenggang rasa kepada perbedaan. Meskipun dalam catatan sejarah ada
yang tertulis masalah ‘peperangan dengan manusia’, Beliau shalullahu ‘alaihi
wassalam. juga mengimbanginya dengan penyataan ‘peperangan dengan diri
sendiri’. Penyataan, perbuatan, tauladan Beliau shalullahu ‘alaihi wassalam.
dengan diri sendiri, dengan keluarga, dengan saudara, dengan sahabat, dengan
tetangga, dengan masyarakat, dengan bangsa, dengan antar bangsa, menjadi ilmu
yang rahmatalil ‘alamin. Bahasa gaulnya, mulyo nanging mboten
ngasorake liyan – mulia namun tidak menghinakan yang lain.
Kenyataannya, ada yang merasa terhina akan keluhuran budi pekerti Beliau,
begitu? Baiklah, itu hak Anda dalam mengoreksi. Maaf jika ada salah dan kurang
sopan dalam penulisan.
Di Kamar, 04
Januari 2015.
Penulis
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar