“Kau
adalah kau dan aku adalah aku”, begitu jawabnya beberapa kali sebelum, “iya,
aku adalah salah satu makhluk ciptaanMu”. Dan sebelum dunia ini dimasuki oleh
si penjawab, “iya, Engkaulah Sang Pencipta dan Yang Menguasaiku”, ia bermilyar
tahun dikelolah oleh penjawab pertama. Ada yang menamakan si penjawab pertama
adalah ‘nafs’ dan penjawab kedua ialah ‘akal’. Semua ciptaan Tuhan yang tidak
diliputi oleh ‘nafs’ adalah “keindahan”. Ambil contoh, ‘bangsa Jin’ dan ‘hewan’
semua sepenuhnya terliputi oleh nafs. Selain itu – kecuali manusia –, adalah
perwujudan dari akal dan untuk diakali (diproses oleh akal dan membantu akal),
seperti langit, bumi, dan yang ada di antaranya – menurut penulis semuanya
adalah keindahan. Dan manusia makhluk yang terliputi kedua penjawab di atas, ia
akan condong dan mengarah ke mana?.
Penulis
mempunyai dua belas anak ayam yang ditinggal mati oleh induknya setelah berumur
satu bulan kurang sedikit. Ada tiga kakaknya, yang dua – jantan dan betina –
berumur sekitar satu setengah tahun, sedang yang satunya berumur dua tahun – ia
sudah bisa berkencan dengan Jago dan pejantan-pejantannya, hingga bertelor dan mengengkraminya.
Kedua belas anak ayam itu yang belum mempunyai ekor, setelah mengalami seleksi
alam berlomba-lomba dalam pengembangan nafsu mereka, kini tersisa dua ekor.
Sayang sekali, penulis tidak mengasramakan (mengandang; kurungan tersendiri)
mereka, mereka harus bersaing hidup dengan kakak-kakaknya dan ayam tetangga
yang menganggapnya ‘junior asing’ yang siap di-pathuk dengan paruh dan di-pendhel
cakar mereka jika berani berebut makan dan daerah kekuasaan. Hmm, mereka tidak
dapat melawan selain menghindar, dan tetapi terkadang masih nekat berebut makan
meskipun ter-pathuk dan ter-pendhel. Ternyata, induk ayam yang
sudah tiada di atas, penganut faham single parent, dan itu hampir semua
induk.
Kalo
jasadiyyah, atau indrawi keindahan terwujud dalam penglihatan,
pendengaran, dan perasa, perbuatan. Dulu pernah sedikit dapat selentingan (infomasi)
bahwa, jika hewan condongnya ke ‘insting’nya, kita sedang membahas “ayam”. Mata
meraka bisa melihat para malaikat, pendengaran mereka dapat mendengarkan
jeritan derita alam barza (derita orang yang sudah mati). Melihat malaikat
biasanya yang mereka (sebagian orang) pahami, ketika jago melakukan kongkongan
atau berkokok, kukuruyuuuk… dan lain sebagainya – variatif. Terkadang
mereka mengalami ketakukan yang tidak kita pahami, muka pucat dan tingkahnya
tenang bercampur kalut. Kalo mau bertelor, si induk berpetok-petok, petok..
petok.. petor.. seperti mengabarkan ada ‘keganjilan’, gelisah dan membuat
gaduh suasana sekitarnya. Maaf, sekali lagi, penulis tidak membahas ayam
petelor; ayam hutan/liar; ayam petarung; dan ayam potong, tetapi ayam peliharan
ibu penulis yang kebetulan membantu memelihara. Bunyi-bunyian mereka adalah mutawatir,
dari jaman dulu sampai sekarang, ya begitu-begitu – mungkin ada yang mau
mengamati, tanpa campur tangan manusia. Oh, ya.. tahun 2017 ini, jika menurut
kalender orang Tionghoa adalah Tahun Ayam.
Sudah dulu ah, aku bukan dokter
hewan, apalagi pengamat hewan. Hmm, kepikiran dan untuk menambah koleksi bacaan
pribadi. Aku juga tidak tahu, kenapa orang-orang barat di film-film, chiken (dengan
bergaya tangan ditekuk dan mengomel kokok petok-kokok petok sambil
mengembang dan menciutkan ketiaknya) atau apalah istilahnya untuk menghinakan
orang lain. Dulu juga ada istilah ‘ayam kampus’ (cewek panggilan), juga ada
peribahasa: “seperti anak ayam yang ditinggalkan sang induk”. Kalo “dongeng”
anak-anak, konon, dulu ayam bisa terbang – karena mempunyai ‘jarum emas’ alat
penyulam bulu-bulunya – tetapi, tercuri oleh burung Elang, dan sampai sekarang
keturunan ayam tidak bisa terbang. Jarumnya tidak terjatuh dalam sekam, tetapi
di tanah, sehingga mereka sampai sekarang suka mengeker-eker tanah,
karena mencarinya. Tidak semua yang keluar dari silet ayam tembelek,
ada telor. Karena silet yang hanya mengeluarkan tembelek adalah
Jago. Dulu juga ada kematian masal ayam, dengan adanya virus “flu burung”.
Di Rumah, 22/02/2017
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar