Kau
yang memakai celana dalam segi tiga tipis dengan kaos longgar seatas lutut
berbahan sutra tanpa BH menghampriku yang sedang hanya memakai sarung tanpa
celana dalam. Di depan laptop mengedit tubuhnya yang tanpa selembar kain dengan
intensnya sangat konsentrasi dan khusuknya dalam kamar kerjaku. Sebagai suami
yang begitu berminat kan keindahan tubuh, khususnya tubuh bangsa hawa, sungguh
pemandangan istri satu ini membuat buyar kekonsentrasianku. Kau mendekat
disampigku dengan lembutnya menyentuh dadaku yang datar dan berdetak kencang
sebab kehadiran makhluk seksi ini, meskipun cukup subjektif dalam penilaiannya.
Bau khas tubuhnya yang tidak asing semenjak kukenal pertama kalinya membuat
pikiran ini melayang ke nirwana persetubuhan.
Tanganmu
yang mungil dan seksi dengan jari lentik yang indah menyentuh pahaku merayap ke
arah pangkalnya yang berdekatan dengan batang yang mempunyai dua buah
misterius. Kumenoleh kearahnya tepat di depan wajahnya, bercampurlah nafas kami
dalam hembusan angin surga. Kau tersenyum dan aku memanggut dengan tanpa bahasa
kata yang tergantikan dengan bahasa tubuh kesunyian kami akan kelembutan kasih
sayang. Tampak buah dadanya di balik kaos yang dikenakannya mengencang, dan di
balik sarungku bergerak-gerak menambah beban pada isi kepala. Hawa ruangan
menjadi senyap, meskipun bermusikkan lagu slowly beraroma romantis,
karena kami tenggelam dalam lautan asmara yang tak pernah kami bayangkan
sebelumnya. Kukecup kening hangatnya yang berkeringat dingin menyumber
bintik-bintik kecil yang tampak menjadi mendung wajahnya. Jika kami akan
bersetubuh, kami terbayang bahwa ini persetubuhan terakhir kalinya, karena kami
tidak tahu hari berikutnya masih hidup apa sudah mati, hingga kami akan
melakukannya sampai setiap masing-masing dari kami terpuaskan.
Kecupan
bibirku yang bermula dari kening merayap ke bawah menelusup pada bagian
sensitifnya, menambah rabaan yang penuh arti dengan kehati-hatian mendalam
sambil memberi remasan-remasan pada tubuhnya yang bisa membuatnya tambah
bergelora dan berhasrat. Ia pun demikian, menggerakkan tubuhnya dengan lembut
saat menerima sentuhan demi sentuhan dengan membalas remasan yang menantang
pada bagian tertentu di tubuhku. Kami merasakan ada cairan yang keluar dari
masing-masing alat penting kami, sungguh mencairkan suasana kami yang
sebelumnya mengalami ketegangan kolekstif yang menderu nafas kami. Ia berbisik
lembut ke salah satu telingaku yang bermakna bahwa ia siap menerima apa yang
seharusnya ia terima, aku pun menguatkan diri untuk memberi apa yang seharusnya
kuberikan. Tanpa mengharap kembali, kerelasian akan kerja keras kami membuahkan
hasil, kemutualismean memuncak setelah puluhan menit terjadi gesekan-gesekan
bersahaja antara lahiriah dan batiniah kami. Interaksi yang memaksa kami berdua
ireksi dan menjadikan kami terkapar dalam keletihan yang membahagiakan,
kumelihat senyuman dan anggukkan darinya yang anggun, ia ingin menambah lagi
dan mengulang ejekulasinya untuk yang kesekian kalinya. Samalah apa rasa yang
ada padaku, kenikmatan apa ini (?).
30 11 2016
Setelah
beberapa kali melakukan iktikat untuk tidak membayangkan hal-hal yang berbau
‘kemesuman’, jika dilakukan oleh seseorang kepada yang bukan ‘selayaknya’,
sungguh amat susahnya aku mengendalikan. Padahal, penangkalnya sudah dibocorkan
oleh kanjeng nabi Saw, “jangan berpikir mesum, jika mampu nikah saja, dan kalo
belum mampu berpuasa saja”, dan itu dilakukan oleh nabi Isa As. dalam kurun
lebih 20 abad. Bayangkan kenormalan beliau As., keangkatannya sekitar umur
30-an, itu masa puber yang kesekian kalinya. Untung saja, semua nabi dijamin
kemaksumannya (terjaga dari dosa), jelaslah beliau As selama ini tidak memiliki
sifat-sifat mesum yang terdorong oleh syahwat yang tak terkendali. Aku akui,
sebagai manusia yang beranjak umur 28, aku masih belum bisa mengendalikannya,
ini masalah individu dan kualitas masing-masing – apa tergolong manusia yang
kalah dan belum merdeka dengan diri sendiri (?), mungkin iya. Dan puasa pun
yang sudah latihan 30 hari – di bulan Ramadlan – yang seharusnya bisa menjaga
kelamin, lisan, hati, pikiran, dan perbuatan dari mendzalimi diri sendiri,
nyatanya masih nol besar.
Heran
sekali aku ini, mengapa begitu absurd untuk masa-masa yang begitu dibilang
mendekati kematangan akal, psikologis, maupun kemapanan akhlak. Penyembuhan
untuk diri ini harus bagaimana? Rasanya ingin berteriak, aa..aachtttt.. untuk
menyelesaikan masalah ini, tetapi itu hal konyol kalo dilakukan di tempat umum
atau di tempat-tempat sepi sendirian, bisa jadi kena cap sinting gendheng
miring, mungkin benar kata beberapa psikolog seks, “keinginan seks dari
remaja yang terlalu dikekang akan berakibat kestresan dan depresi, hingga jika
terlalu parah mengakibatkan kegilaan”, na’audzubillah mindzalik. Setelah
mengeluarkan ‘sperma’ kegairahan seks sedikit mengendur – bisa dalam mimpi dan
onani (kalo onani sendiri ada pakar hukum yang memperbolehkan dan ada yang
melarang –, tetapi jika bisa menimbulkan kenikmatan dan sensasi yang menjadikan
candu pada diri seseorang itu, berbahaya. Bahaya untuk alam pikiran (psikis)
maupun untuk alat reproduksi (pelir dan zakar akan menurun kekuatannya, kadang
sampai ejakulasi dini ataupun sperma encer),
dan hal tersebut bisa berefek pada hubungan partnernya (pasangan hidup).
Kalo sampai tidak bisa ditaubati nasuha, identifikasi ke arah ‘kaum
sodom’ kemungkinan bisa terjadi, ini yang sangat berbahaya. Semoga tidak
sampai segitunya.
Salah
satu terapi yang ampuh adalah mengalihkan dirinya dari kesendirian untuk
mencari seseorang yang dapat diajak berbagi, “wanita” – selain seks –, atau
menyibukkan diri dengan kegiatan yang bisa menjadikan ia tidak sempat
memikirkannya – untuk ini jangan terlalu lama juga, berbahayanya kalo sampai
takut wanita, hehe. Bisa juga mengurangi konsumsi makan-makanan yang mengandung
protein dan bergizi, dari pengalaman penulis, makan-makanan yang dikatakan
menyehatkan, malah menjadikan syahwat atau libido meningkat. Kalo naluri
seksualitas tidak akan hilang jika masih sehat, namun seksualitas yang tak
terkendali dan terlampiaskan dalam berlebihan, efek selain di organ reproduksi,
kata orang yang sudah menikah, bisa mengakibatkan kekeroposan pada tulang dan
sel-selnya. Padahal semua masalah di sini – menyangkut seks selain pada
pasangan (istri/suami) yang sah – , kalo di dalam keagamaan sudah di katagorikan
“dosa”, namun ada beberapa rukhsoh (keringanan) dengan syarat-syarat
tertentu.
03 12 2016
……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar