Setiap tahun para petani jika menanam padi, akan mengalami dua kali
panen. Jika musingnya adalah musim penghujan. Di dalam panen padi yang bersamaan
itu, ada beberapa orang yang tidak mempunyai sawah ikut nimbrung berpanen ria –
meskipun terkadang harus menebalkan telinga dari sengatan mulut pemilik sawah.
Siapa mereka? Mereka adalah ndereper dan ngasaker – golongan yang
pertama (ndereper) adalah mereka yang diajak secara resmi oleh si empu
untuk membantu memanen; yang kedua, mereka yang datang dari berbagai daerah
untuk mengambil sisa-sisa dari panen (biasanya ibu-ibu) yang tidak begitu
diprioritaskan oleh pemilik. Para ngasaker biasanya berinisiatif membawa
barang dagangan yang bisa dinikmati di sawah – yang ini melakukan “barter”
(‘barang dagangan’ dengan ‘gabah’).
Ndereper lelaki mereka
melakukan tugas nyerit (memotong damen “pohon padi”, memasukan ke
alat pemisah gabah “padi yang berkulit”, dan mengangkati “ngelangsir” –
50 kg. lebih – ke tempat pemilik setelah masuk dalam karung. Para lelaki
biasanya mendapatkan satu karung, ibu-ibu mendapat setengan karung, sedang
sisanya menjadi milik si empunya. Kebanyakkan ndereper adalah para
kerabat dekat dan tetangga dekat pemilik. Si pemilik menyediakan pembekalan
untuk mereka yang membantu, sedangakn ngasaker membawa sendiri bekalnya
untuk mengganjal perut masing-masing. Meskipun terkadang ditawari oleh pemilik
sawah – biasalah basa-basi orang jawa – namun, menolak dengan senyum sopan.
Sedikit tanya-tanya asal pe-ngasak dan bercerita ngalor-ngidul menambah
keharmonisan di terik panasnya matahari. Penulis pernah mengikuti salah satu
tetangga dan kerabat, dan lempoh “terkapar”, padahal mereka, baik yang
bapak-bapak maupun yang ibu-ibu lelah-letih bumbu penyedap hidupnya. Dasar aku
pengeluh. Gatal-gatal dan perih jika menempel ke damen dan gabah,
karena belum terbiasa. Tidak mungkin habis dimakan sendiri, terjual untuk
mereka-meraka di sana-sini yang membutuhkan.
Hasil dari berbagai aktifitas tersebut, selain dijual, adalah untuk
kebutuhan sehari-hari – makan, biaya sekolah anak, dan biaya lain-lain – , dan
untuk sedekah kegiatan di desa – kerabat nikahan, kematian, melahirkan,
selamatan, ngirim arwah, dan hajatan lain sebagainya. Sudah menjadi adat
setempat, jika bukan petani mereka mengimbangi situasinya dengan memakai isi
dompet. Yah, begitulah. Jelasnya ada hal yang tertinggal dalam proses di atas,
pengeringan dan penggilingan. Jika penulis melakukan ngepe gabah (pengeringan
dengan terik matahari), alih-alih membantu ibuku sendiri yang seperti tidak
punya capek mengalahkan penulis dalam gerak. Ketika gabah keluar dari
karung ke atas lantai – ataupun apapun yang menjaganya agar tidak ke tanah –,
terik mentari memancarinya laksana biji-biji emas yang inah dipandang mata
(kalo menyuntek-nyadari karung membuat gunungan-gunungan) tambah indah. Membolak-balik; menjaga dari
serangan ayam-ayam dan ternak sejenisnya yang kelaparan, baik punya sendiri
atau tetangga, yang siap mematuk dan menyosor jika kita tidak pintar-pintar
menjaganya di terik panas matahari.
Dalam waktu me-ngepe, kelak kita manusia akan ter-epe
di terik matahari yang berjarak satu jengkal, dalam hati sedikit berdoa, semoga
kita mendapat naungan safaatnya saw., karena kita mengaku-aku menjadi umat yang
maaf, penulis sendiri seperti lebih banyak mempermalukan beliau saw. yang
bergelar sang karimal akhlak. Itu kalo lagi panas. coba kalo masih
dirundung mendung dan hujan, saat panen hujan, dalam karung beberapa hari tanpa
panas, bisa-bisa tukul (tumbuh) di karung, lalu menjamur karena tidak
segera menjemur, menjadikan jemu hati setiap manusia. Dengan adanya ujian
seperti itu, hati-hati dengan tetangga yang dikit-dikit umep alias suka
marah, karena penulis pernah kena semprot caci maki sumpah serapahnya,
gara-gara persoalan penulis nyantai dalam situasi seperti itu, sedang ia panik
– saya cuma dua bagor (karung) dan ia lebih dari delapan bagor. Niat
ingin bercanda berubah menjadi gemerungsung-nya hati dan pikiran.
Mungkin selain panic, ada faktor lain yang tidak sengaja kulakukan membuatnya
menjadi kalap. Untung masih bisa dikondisonalkan. Terima kasih Tuhan.
Gading Klenton, 18/02/2017
Salam Sayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar