Rebutan Rambutan
oleh : L.G. Ran, S.Sy
Rebutan itu bukan “refleksi mutlak” fitrah manusia. Serakah juga
bukan inti manusia diciptakan. Apalagi sampai berdarah-darah, itu bukan tujuan
utama, tetapi efektifitas sistem yang salah hasil “buatan manusia”. Bila disurvey
seluruh dunia, saya yakin, 70 persen semua manusia tidak suka berebut dan tidak
suka serakah, baik yang beragama maupun yang tidak beragama “agama konsep
manusia”. Hanya, mereka beralasan tentang “kebutuhan hidup”. Berarti keharusan
yang terpenting adalah memperbaiki sistem untuk kebutuhan “pokok”, baik
individu maupun kelompok.
Di Indonesia semua ada, sesuai kebutuhan, semuanya. Sebelum dibuat
UUD yang mengatur tentang “hubungan internasional”, tercatat “mencerdaskan
bangsa”, semua kaum intelek tahu hal tersebut. Lengkapnya seperti dibawah ini
dalam alinea keempat
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
Jika sistematika yang pemerintah pakai, urutan yang “pertama” yang harus dipentingkan ‘kan hal tersebut – kesejahteraan. Jika ingin bergulat dengan pemerintahan internasional sebaiknya kehidupan bangsa harus “cerdas dulu”, seperti yang tertuang di kelanjutannya (bertanda sambung ‘koma’ serta ‘dan’) – merdeka, damai, dan adil yang sosial adalah syaratnya “sportif”. Jadi, jika tidak sportif pemerintahan dunia, Bangsa Indonesia “wajib tidak ikut serta”.
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu…..
Mereka para pendahulu – perancang UUD – tidak menulis mencerdaskan kehidupan kelompok, tetapi “bangsa” yang mereka tulis – saya yang “bodoh” yang mafhumnya begitu. Apa solusinya? Jika solusi mereka para “wakil rakyat” yang lebih berhak mencari, untuk pertimbangan nanti kami “rakyat” yang mengevaluasi. Caranya? Itu pertanyaan yang bagus. Ini kan kesadaran yang sudah-sudah, “dejavu” banget jika banyak panjang lebar. “Jiancuuuuukkk …”
Wonosobo, 16 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar