Senin, 14 September 2015

ORA MEKSO NGAYAL 2



ORA MEKSO NGAYAL 2
Oleh: KAU

Hari-hari Elegi tidak setenang biasanya, sewaktu di rumah orang tuanya yang dulu. Kesibukannya hanya di depan laptop menonton film-film kartun dan dengerin musik, baca buku, nyuci baju sendiri, dan sesekali membantu ibu masak di dapur, dan nyapu – itu pun jika disuruh dan kalau mau. Dia bingung dengan keahliannya yang tanggung. Beda lagi kalau sudah di depan internet, khusuknya melebihi saat dia sedang beribadah. Dan di dunia nyata, ia menjadi asing. Mata dan telinganya sudah diciutkan oleh layar monitor yang dikaguminya dapat menampakan apa-apa yang ada di kepala – hanya ilusi, bisa jadi ia terbodohkan oleh angan-angan kosongnya. 
PRIMADONA
Senja di kaki langit
terbitnya di ketiak pendaki
Mata menatap terbenamnya sang surya terbit
Kubertanya pada sang buta arti dari terbit dan terbenam
Karena dosamu akan mata terampuni oleh sang pengampun
Sang bisu terampuni kalimatnya menjelaskan padaku
Keindahan yang tampak dan terucap hanya cap
Kulukis wajahmu dialiran kali
Kau mengukirku di angin

Pernah diajak ke sawah oleh Pak De-nya untuk menanam jagung bersama beberapa kerabat dekatnya, tanahnya liat, belum kelar menanam ia ijin pulang, “Pak De, aku balik set.”, Tanpa merasa sungkan sedikitpun, ngeluyur pergi, pekerja lainnya hanya diam melihatnya pergi. “iya..” Sbalasnya. “piye to kui, nembe kerjo sediluk wes leren?” celetuk Pak Trimo, pekerja tua tetapi masih semangat dan segar kerjanya. “iyo kae, lanang ora?” tambah lainnya, bapak setengah baya sebelah Pak Tua. Kemudian ia pergi ke bibir kali dekat sawah untuk kencing, berdiri menunjukan kejantananya. “wes sekolah ra rampung ­– meskipun ‘kuliah’ orang kapung di sana ‘sekolah’ diumumkan penyebutannya – kon kerjo keset. 

KATA ITU
Wahai kau Pandito kawulane Gusti Pangeran
Siapa kau itu menertawakan penipu dalam tangis
Wahai kau Sajak Balada Gita Kaweruh
Wahai kau Sender Hakikate Kaweruh
Siapa kau ini merampok apa yang ia curi
Siapa aku yang gagal menyusun kalimat cinta
Siapa aku yang lengah memerankan kehidupan ini
Siapa aku yang tergeletak dalam timbunan tanah
Siapa aku yang gagal memahami kalimat cinta
Memerdekakan kebodohan nafsu
Mencacatkan kecerdasan akal
Mencacatkan kelihaian jasad
Menyiksa jiwa-jiwa bersukma
Apa aku itu kau

piye kabare cah kae yo, Pak?” Tanya Bu Kaji pada suaminya. “yo, piye?” jawabnya singkat. “lah neng omah bapak ‘kan ngerti, males banget bocahe.” haha, emang sengojo kon ngono. Aku wes wanti-wanti karo Pak Haji, takon musuhi cahe.” “musuhi piye to pakne iki? Ibu kaget dengan ungkapan suaminya tanpa ada rasa bersedih. “dia ‘kan nggak takut dengan kita, takutnya dengan mertuanya, jadi bapak ngasih pelajaran padanya.” “o.., ngono to?” sambil manggut-manggut. “kalau dia di sini, kasihan istrinya. Ia gadis rajin dan cerdas. Itu hasil didikan orang tuanya. Begitu juga mantu kita itu sangat hormat dengan kedua orang tuanya.”, Pak Kaji dengan wajah seriusnya kemudian berubah sedih, entah apa yang disembunyikan dari istrinya. “Pak Haji, kalau ia macam-macam dan keterlaluan, kerasi saja, kalau perlu, usir saja! Soalnya, kalau di rumah, kami terlalu memanjakannya.” “santai saja, Pak Kaji, saya sudah biasa menangani bocah seperti itu.” Lamunan Pak Kaji mengingat percakapannya dengan besannya.
bojomu endi, nduk?” Tanya Pak Haji pada putrinya yang asyik mainan HP di teras rumah. “lagi beli pulsa di konternya Mbak Siti.” Sambil menoleh ke arah bapaknya. “sana diajak ke mana gitu suamimu! Jangan di rumah terus.” “ke mana ya?” “ya terserah, biar akrab dengan lingkungan sini.” “o iya, besok Pak. Kebetulan ada kumpul-kumpul dengan Komunitas Lintas Agama di tempatnya Mbak Suciati.” “emang suamimu pernah ikutan acara yang begituan?” “dianya sih bilangnya belum, makanya besok mau saya ajak ke sana.” “ya sudah, bapak mau yasinan dulu di tempatnya Pak Dermawan.” Elegi lebih suka mendengarkan dari pada aktif bicara dalam perbincangan dengan istrinya, yang memang dikenalnya suka ceplas-ceplos dan suka bercanda. “hmm, Amel ini luas ya pengetahuannya”,  Amel panggilan akrab AU saat awal kenal dulu. Mungkin sudah terbiasa menggunakan rumus panjang (p) kali lebar (l) sehingga luas pengetahuannya (m2).

Semoga Diampuni, 14 September 2015


Elegi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar