Selasa, 15 September 2015

ORA MEKSO NGAYAL 3



ORA MEKSO NGAYAL 3
Oleh: AKU

Jam tiga sore kita berdua sudah di tempatnya Mbak Suciati. Belum banyak yang datang, hanya beberapa orang yang sedang asik ngobrol santai di halaman rumah. “Permisi..” sapa Amel pada temannya. “o, kamu, Mel.. wuih, dia ikut to?” jawab Justine, menghentikan obrolannya dengan Yasmin. “iya. Katanya penasaran dengan acara kumpul-kumpul kita.” Saya tersenyum tanda sapaan akrab, meskipun tampak canggung. “sini, Mel, kita lagi ngobrolin buah mengkudu.” Sambung Yasmin. Mereka langsung nimbrung tanpa basa-basi. Aku hanya mengekor dan belum bisa seakrab mereka bertiga. Kita berempat bercanda sambil serius membicarakan buah mengkudu, pace, kumendengarkannya sesantai mungkin. Satu persatu berdatangan memasuki halaman rumah Mbak Suciati, sedangkan Mbak Uci, panggilan akrabnya, belum kelihatan. Elegy sendiri belum tahu seperti apa beliau itu, karena Amel sendiri hanya menceritakan kalau ia adalah senior dalam perkumpulan ini.
Suasana sore itu begitu cerah, awan bergerak dengan santainya ke arah barat. Semilir angin sore sepoi-sepoi mengajak menari pepohonan di pekarangan tempat kita berkumpul. Gelak tawa dari yang hadir menambah indah persahabat kami. Ada yang membawa jajanan ringan dari rumah mereka untuk cemilan bersama. Lesehan bertikar yang terbuat dari anyaman bambu di sediakan tuan rumah dipenuhi pendatang. Dua laki-laki dan dua perempuan duduk berjejer di hadapan kita yang membuat letter ‘U’ memandu perbincangan. Pak Tommas, yang tampak sepuh hadir sebagai tamu undangan. “bagaimana ini, ada isu apa yang sedang mas-mas dan mbak-mbak yang hangati?” tanyanya pada kami. “atau Mbak Uci mau ngasih informasi?” Pak Tommas menoleh ke arahnya yang sedang membolak-balik catatan buku kecilnya. Dari peserta di depanku ada yang berbisik-bisik, entah apa yang dibisikan pada temannya. Sedangkan Amel di sampingku menggeser-geser layar HPnya melihat berita terkini.

Di sini bukan pertanian
Menjual angin menjual gelap
Tidak menjual cahaya matahari
Tidak menjual tulisan kumpulan kalimat
Memahami dan mengalami kehidupan
Bercengkrama pada damainya hakikat
Apakah kau mau menjual hujan
Padaku si gersang tandus 

Saya termenung teringat ucapan KH. Mustofa Bisri, Gus Mus, pada Februari Tahun 2007, di Pekalongan,  dalam acara “Haflah Seni dan Dakwah Peringatan Tahun Baru Islam 1428”, beliau membacakan cerpen terbaiknya, Gus Ja’far – meskipun dapat video dari youtube. Bahwa umat Islam bertanggung jawab penuh dengan kerukunan umat beragama. Kemudian pertanyaan KH Mukhotob Hamzah di Wonosobo, “kenapa Umat Islam tertinggal jauh dengan umat-umat beragama lain?”. Tulisan KH Abdurraman Wahid Tahun 2002-2003 yang berjudul “Kejujuran Menerima Sejarah” dan “Membaca Sejarah Lama”. Mungkin, jika saya bertanya pada mereka tentang masalah kekinian, jawabannya seperti Sahabat Ali Bin Abi Tholib KW. ketika di tanya masalah kepemimpinannya yang semrawut, banyak konflik internal, “karena jaman dulu para pemimpin mempunyai banyak para ahli yang alim, sedangkan jamanku banyak orang sepertimu.” Atau mungkin saya yang kurang update dengan berita baik-baik sekarang.
Sehabis maghrib, kami berdua pulang ke rumah, Desa Saketi, sampai rumah pukul 21:30 WIB. “Mel, aku kangen kumpul-kumpul di Jogja.” “terus?” “pingin main ke sana.” “terus?” “besok tanggal 17 main yuk?” “ter….” Belum sempat dia menyelesaikan katanya, aku sudah menyetopnya dengan meletakan telunjuk jariku ke bibir manisnya. Dia melotot lalu menggigit jariku. “eh..”, kutersentak. “nggak romantis lah.” Dia cemberut. “kangen kumpul-kumpul atau kangen si Mei?” teman cewek yang kuliah di UGM, pernah akrab lewat media sosial, FB. “hmm, aku ‘kan nggak ada apa-apa dengannya, kok udah dicurigai?” “iya, kita entar nginep di rumahnya Bu De Lia yang ada di Jogja. Udah lama juga aku nggak main ke sana.” Raut muka Amel sudah tidak cemberut lagi. “aku tidur dulu ya, Leg.” Capek. “sana, aku mau baca-baca dulu. Belum ngantuk.” Sambil menghidupkan laptop dan memilih beberapa buku di rak buku dekat tempat tidur.
Salam wahai kau gelap
Malam wahai kau cahaya
Wahai aku ingin kau
Panas menyapa dingin
Prak retak gelas

Akukah Gragas, 16 September 2015


Akui

Tidak ada komentar:

Posting Komentar