Kamis, 23 Februari 2017

SETUBUH



Kau yang memakai celana dalam segi tiga tipis dengan kaos longgar seatas lutut berbahan sutra tanpa BH menghampriku yang sedang hanya memakai sarung tanpa celana dalam. Di depan laptop mengedit tubuhnya yang tanpa selembar kain dengan intensnya sangat konsentrasi dan khusuknya dalam kamar kerjaku. Sebagai suami yang begitu berminat kan keindahan tubuh, khususnya tubuh bangsa hawa, sungguh pemandangan istri satu ini membuat buyar kekonsentrasianku. Kau mendekat disampigku dengan lembutnya menyentuh dadaku yang datar dan berdetak kencang sebab kehadiran makhluk seksi ini, meskipun cukup subjektif dalam penilaiannya. Bau khas tubuhnya yang tidak asing semenjak kukenal pertama kalinya membuat pikiran ini melayang ke nirwana persetubuhan.
Tanganmu yang mungil dan seksi dengan jari lentik yang indah menyentuh pahaku merayap ke arah pangkalnya yang berdekatan dengan batang yang mempunyai dua buah misterius. Kumenoleh kearahnya tepat di depan wajahnya, bercampurlah nafas kami dalam hembusan angin surga. Kau tersenyum dan aku memanggut dengan tanpa bahasa kata yang tergantikan dengan bahasa tubuh kesunyian kami akan kelembutan kasih sayang. Tampak buah dadanya di balik kaos yang dikenakannya mengencang, dan di balik sarungku bergerak-gerak menambah beban pada isi kepala. Hawa ruangan menjadi senyap, meskipun bermusikkan lagu slowly beraroma romantis, karena kami tenggelam dalam lautan asmara yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya. Kukecup kening hangatnya yang berkeringat dingin menyumber bintik-bintik kecil yang tampak menjadi mendung wajahnya. Jika kami akan bersetubuh, kami terbayang bahwa ini persetubuhan terakhir kalinya, karena kami tidak tahu hari berikutnya masih hidup apa sudah mati, hingga kami akan melakukannya sampai setiap masing-masing dari kami terpuaskan.
Kecupan bibirku yang bermula dari kening merayap ke bawah menelusup pada bagian sensitifnya, menambah rabaan yang penuh arti dengan kehati-hatian mendalam sambil memberi remasan-remasan pada tubuhnya yang bisa membuatnya tambah bergelora dan berhasrat. Ia pun demikian, menggerakkan tubuhnya dengan lembut saat menerima sentuhan demi sentuhan dengan membalas remasan yang menantang pada bagian tertentu di tubuhku. Kami merasakan ada cairan yang keluar dari masing-masing alat penting kami, sungguh mencairkan suasana kami yang sebelumnya mengalami ketegangan kolekstif yang menderu nafas kami. Ia berbisik lembut ke salah satu telingaku yang bermakna bahwa ia siap menerima apa yang seharusnya ia terima, aku pun menguatkan diri untuk memberi apa yang seharusnya kuberikan. Tanpa mengharap kembali, kerelasian akan kerja keras kami membuahkan hasil, kemutualismean memuncak setelah puluhan menit terjadi gesekan-gesekan bersahaja antara lahiriah dan batiniah kami. Interaksi yang memaksa kami berdua ireksi dan menjadikan kami terkapar dalam keletihan yang membahagiakan, kumelihat senyuman dan anggukkan darinya yang anggun, ia ingin menambah lagi dan mengulang ejekulasinya untuk yang kesekian kalinya. Samalah apa rasa yang ada padaku, kenikmatan apa ini (?).
30 11 2016
Setelah beberapa kali melakukan iktikat untuk tidak membayangkan hal-hal yang berbau ‘kemesuman’, jika dilakukan oleh seseorang kepada yang bukan ‘selayaknya’, sungguh amat susahnya aku mengendalikan. Padahal, penangkalnya sudah dibocorkan oleh kanjeng nabi Saw, “jangan berpikir mesum, jika mampu nikah saja, dan kalo belum mampu berpuasa saja”, dan itu dilakukan oleh nabi Isa As. dalam kurun lebih 20 abad. Bayangkan kenormalan beliau As., keangkatannya sekitar umur 30-an, itu masa puber yang kesekian kalinya. Untung saja, semua nabi dijamin kemaksumannya (terjaga dari dosa), jelaslah beliau As selama ini tidak memiliki sifat-sifat mesum yang terdorong oleh syahwat yang tak terkendali. Aku akui, sebagai manusia yang beranjak umur 28, aku masih belum bisa mengendalikannya, ini masalah individu dan kualitas masing-masing – apa tergolong manusia yang kalah dan belum merdeka dengan diri sendiri (?), mungkin iya. Dan puasa pun yang sudah latihan 30 hari – di bulan Ramadlan – yang seharusnya bisa menjaga kelamin, lisan, hati, pikiran, dan perbuatan dari mendzalimi diri sendiri, nyatanya masih nol besar.
Heran sekali aku ini, mengapa begitu absurd untuk masa-masa yang begitu dibilang mendekati kematangan akal, psikologis, maupun kemapanan akhlak. Penyembuhan untuk diri ini harus bagaimana? Rasanya ingin berteriak, aa..aachtttt.. untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi itu hal konyol kalo dilakukan di tempat umum atau di tempat-tempat sepi sendirian, bisa jadi kena cap sinting gendheng miring, mungkin benar kata beberapa psikolog seks, “keinginan seks dari remaja yang terlalu dikekang akan berakibat kestresan dan depresi, hingga jika terlalu parah mengakibatkan kegilaan”, na’audzubillah mindzalik. Setelah mengeluarkan ‘sperma’ kegairahan seks sedikit mengendur – bisa dalam mimpi dan onani (kalo onani sendiri ada pakar hukum yang memperbolehkan dan ada yang melarang –, tetapi jika bisa menimbulkan kenikmatan dan sensasi yang menjadikan candu pada diri seseorang itu, berbahaya. Bahaya untuk alam pikiran (psikis) maupun untuk alat reproduksi (pelir dan zakar akan menurun kekuatannya, kadang sampai ejakulasi dini ataupun sperma encer),  dan hal tersebut bisa berefek pada hubungan partnernya (pasangan hidup). Kalo sampai tidak bisa ditaubati nasuha, identifikasi ke arah ‘kaum sodom’ kemungkinan bisa terjadi, ini yang sangat berbahaya. Semoga tidak sampai segitunya.
Salah satu terapi yang ampuh adalah mengalihkan dirinya dari kesendirian untuk mencari seseorang yang dapat diajak berbagi, “wanita” – selain seks –, atau menyibukkan diri dengan kegiatan yang bisa menjadikan ia tidak sempat memikirkannya – untuk ini jangan terlalu lama juga, berbahayanya kalo sampai takut wanita, hehe. Bisa juga mengurangi konsumsi makan-makanan yang mengandung protein dan bergizi, dari pengalaman penulis, makan-makanan yang dikatakan menyehatkan, malah menjadikan syahwat atau libido meningkat. Kalo naluri seksualitas tidak akan hilang jika masih sehat, namun seksualitas yang tak terkendali dan terlampiaskan dalam berlebihan, efek selain di organ reproduksi, kata orang yang sudah menikah, bisa mengakibatkan kekeroposan pada tulang dan sel-selnya. Padahal semua masalah di sini – menyangkut seks selain pada pasangan (istri/suami) yang sah – , kalo di dalam keagamaan sudah di katagorikan “dosa”, namun ada beberapa rukhsoh (keringanan) dengan syarat-syarat tertentu.
03 12 2016
……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar